RASUL GUBUG GEDHE
DESA NGALANG, KECAMATAN WONOSARI
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Rasul atau yang biasa di sebut sebagai
bersih desa , acara ini selalu menjadi acara rutin tiap tahunnya yang
dilaksanakan oleh tiap tiap desa di Kabupaten Gunungkidul. Namun Rasul Gubug
Gedhe ini menjadi Rasul termeriah di antara desa-desa lain di Kabupaten
Gunungkidul. Yang biasanya diadakan satu tahhun sekali pada hari Senin
Pahing atau Minggu Pahing.
Acara tersebut merupakan ungkapan rasa
syukur warga Desa Ngalang atas nikmat dan rezeki yang di berikan oleh Yang Maha
Kuasa. Acara ini diadakan setahun sekali dan pada tahun 2016 ini telah diadakan
pada tanggal 31 Juli 2016 kemarin. Acara berlangsung secara meriah terdapat
pasar malam serta kirab yang dilaksana kan di Gubug Gedhe atau Gubug yang
berukuran besar.
|
Akses menuju Gubug Gedhe ini pun cukup
mudah hanya saja tidak ada patokan yang jelas jika saya terangkan disini. Jika anda
dari arah Yogyakarta , anda tinggal mengikuti jalan Jogja-Wonosari, jika sudah
sampai di pertigaan di SambiPitu anda belok kiri dan lurus terus. Ikuti jalan
saja, jika kira-kira 17km anda coba tanya kepada penduduk sekitar, pasti akan
di terangakan dengan senang hat. Kita juga dapat menikmati acara yang
dilaksanakan setahun sekali ini gratis tanpa di pungut biaya, selain parkir tentunya.
Sejarah diadakanya acara Rasul ini pun
sangat unik dan sudah lama dilakukan yaitu sejak jaman pemerintahan kerajaan
Demak Bintara dari masa pemerintahan Raden Fatah, anak dari Prabu
brawijaya Kertabumi di Majapahit.
Prabu Brawijaya Kertabumi pergi
dari tempat “Gunung Genthong”, namun hambanya, Patih Harya Bangah
tidak lagi mengikuti karena sudah menikah. Perginya Sang Prabu
Brawijaya disebabkan karena tempat singgahnya sudah ketahuan Raden
Patah beserta Sunan dan wali.
Alkisah, Sang Prabu Brawijaya
memberi ijin pada Harya Bangah (untuk tidak mengikuti) serta memberikan nama “MELES”
supaya tidak mencolok, serta diberi wejangan jangan sampai membuka
rahasia bahwa sang Prabu sudah pergi.
Waktu berlalu, Eyang Meles tinggal
di bulak Beran . Eyang Meles sudah masuk agama Islam dan keturunannya menjadi
cikal bakal warga Ngalang. Sebagai yang dituakan, Eyang Meles selalu
rajin belajar, serta memberikan teladan terhadap setiap pengikutnya
dalam hal ibadah, olah tani, budi pekerti, dan tingkah laku; lebih-lebih
dalam hal budaya.
Setelah panen, Eyang Meles
selalu mengadakan (nanggap) tledhek
(penari) untuk tayuban. Tradisi untuk
melestarikan budaya itu juga dimaksudkan untuk memberikan hiburan pada
pengikutnya (yang menjadi penduduk desa) dan anak-anak gembala. Anak-anaknya,
Eyang Kopek dan Eyang Kalangbaya juga mewarisi minat tersebut untuk
melestarikan dengan mengadakan Nyadran serta tayuban.
Suatu saat,
ketika panen sudah selesai, Eyang Meles, Eyang Kopek, dan Eyang Kalangbaya
belum mengadakan tayuban. Padahal, penduduk desa sudah menanti-nanti
kapan diadakannya tayuban. Tak sabar menunggu, anak-anak gembala berdiskusi
untuk mengadakan acara tayuban sendiri. Penari didatangkan dengan
inisiatif sendiri dan semua biaya ditanggung bersama-sama. Tempat yang
ditentukan di tengah-tengah di bulak tersebut.
Tempatnya di alam
terbuka, akhirnya untuk memperelok tempat dibuatlah gubug
dari bambu dengan atap kelapa. Karena besar ukurannya disebut Gubug
Gedhe (Gedhe = besar); yang menjadi cikal bakal acara tersebut.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar